Rabu, 27 Agustus 2008

Perlu UU Sebagai Dasar Hukum Audit LSM

Jakarta - Jaksa Agung Hendarman Supandji menilai perlunya peraturan perundang-undangan sebagai dasar hukum pelaksanaan audit Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Hendarman seperti tertulis dalam sambutan yang dibacakan Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) MS Rahardjo dalam diskusi "Sudah Seriuskah Pengawasan Pemerintah Terhadap Audit Sumber Dana Asing dan Agenda Kegiatan LSM " menyatakan Indonesia sebenarnya sudah memiliki perangkat hukum mengenai LSM dan Ormas.

Perangkat hukum tersebut meliputi UU No 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan dan PP No 18 tahun 1986 tentang Pelaksanaan UU No 8 tahun 1985. Perangkat hukum lainnya adalah Instruksi Menteri Dalam Negeri No 8 Tahun 1990 tentang Pembinaan LSM.

Dalam UU No 8 tahun 1985 disebutkan organisasi massa dilarang menerima bantuan asing tanpa persetujuan pemerintah. Pelaanggaran atas ketentuan tersebut dapat diberikan sanksi pembekuan kepengurusan.

"Sayangnya belum ada ketentuan mengenai audit terhadap keuangan LSM dan ormas serta lembaga mana yang memiliki kewenangan untuk melakukan audit," tutur Hendarman dalam diskusi yang digelar di Jakarta, Sabtu (4/8/2007).

Audit keuangan, tutur Hendarman, jangan dianggap sebagai hal yang menakutkan atau sebagai upaya membatasi gerak LSM. Audit harus dipandang sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap masyarakat terkait prinsip transparansi dan akuntabilitas.

"Harapannya dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap perjauangan yang diemban LSM dan ormas," tegasnya.

Hendarman mengakui ditengah iklim demokrasi yang menjamin hak berserikat dan mengeluarkan pendapat, LSM tumbuh pesat. Namun muncul kekhawatiran adanya kegiatan LSM yang memicu gangguan keamanan, konflik sara dan memecah belah persatuan bangsa.

Citra negatif tersebut bisa dikikis jika ada solusinya yang salah satunya audit keuangan LSM terutama dana-dana bantuan luar negeri baik untuk operasional LSM sendiri maupun bantuan yang disalurkan ke masyarakat.

Hendarman yakin persoalan mengenai LSM yang meresahkan masyarakat bukan terletak pada kebebasan dalam mendirikan organisasi melainkan lemahnya penegakkan hukum. Dia menilai untuk penegakkan hukum dapat dilakukan melalui koordinasi dengan kepolisian seperti diatur dalam UU No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Lebih lanjut Hendarman menyatakan pendataan terhadap eksistensi LSM tidak bisa hanya mengandalkan laporan LSM melainkan juga peran aktif pemerintah. Untuk itu pemerintah harus membenahi sistem administrasi dan birokrasinya.

Sementara itu praktisi hukum Elza Syarief menilai positif keberadaan LSM. Namun Elza menyatakan tidak semua LSM benar-benar murni untuk kepentingan rakyat.

Elza mengacu sumber pendanaan LSM yang sebagian berasal dari dana asing. Berperannya lembaga asing mengucurkan dana ke LSM Indonesia harus disikapi dengan hati-hati karena bukan tidak mungkin mereka memiliki kepentingan yang merugikan bangsa dan masyarakat Indonesia.

Untuk menghindari kecurigaan menjadi kepanjangan tangan kepentingan asing, Elza menyarankan perlunya kewajiban audit yang kemudian dilaporkan dalam bentuk laporan tahunan ke publik. (mar/mar)

Sumber : Maryadi - DetikNews


2 komentar:

Iksan mengatakan...

komen perdana nich..sering sering mampir yak

Rogan mengatakan...

perlu tuh UU untuk dasar hukum LSM