Minggu, 10 Agustus 2008

UNDP Dukung Dephut, Kelola Hutan Berbasis Masyarakat

BANDAR LAMPUNG, KOMPAS- Departemen Kehutanan memastikan sekitar 17 persen masyarakat miskin Indonesia hidup di sekitar hutan. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, mereka akhirnya merambah hutan dan membuka lahan di dalam hutan.

Akibatnya, laju kerusakan hutan karena perambahan, pembukaan lahan untuk perkebunan, atau pembalakan liar mencapai 2,72 juta hektar pada 2006. Untuk itu, diperlukan cara supaya laju kerusakan tidak semakin cepat.

Erna Rosdiana, Divisi Penguatan Masyarakat Departemen Kehutanan, Selasa (29/5) dalam acara Round Table Meeting Region Sumatera dari program Small Grant to Programme to Promote Tropical Forest (SGP PTF) dari UNDP mengatakan, Departemen Kehutanan melalui Peraturan Pemerintah (PP) No.6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan, Rencana Pengelolaan, dan Pemanfaatan Hutan telah mengeluarkan kebijakan mengenai pengaturan masyarakat di sekitar hutan.

masyarakat sebagai upaya untuk mengatasi kemiskinan. Masyarakat lokal di sekitar hutan yang umumnya miskin diberdayakan untuk menjaga kelestarian hutan.
Menurut Erna, selain dari dana APBN, program itu mendapat dukungan dari Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Pembangunan atau UNDP. Selama tiga tahun terakhir, Indonesia bersama-sama dengan tujuh negara Asia lainnya seperti Vietnam, Kamboja, Laos, Malaysia, Filipina, Sri Lanka, dan Thailand mendapat dana hibah sebesar Rp 15,5 miliar. Program hibah itu akan berlangsung untuk jangka waktu lima tahun.
Indonesia sendiri mendapat dana hibah sebesar Rp 9 miliar yang dibagikan untuk 30 penerima di wilayah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, dan Sulawesi Tengah. Dari sejumlah penerima itu, Lampung merupakan penerima dana hibah terbesar. Sekitar lima lembaga swadaya masyarakat (LSM) Lampung yang bekerja di lima lokasi mendapat dana hibah itu untuk mengembangkan pola pengembangan hutan berbasis masyarakat.
Koordinator Program SGP PTF UNDP Linda Yanti mengatakan, upaya pengentasan kemiskinan masyarakat sekitar hutan itu dilakukan dengan cara mendukung dari aspek ekonomi melalui kemitraan sejak tiga tahun terakhir. Kegiatan seperti eko wisata ataupun pertanian organik yang hasilnya bermanfaat untuk menambah gizi masyarakat dikerjakan.
Kegiatan eko wisata di Lampung sudah dilakukan di Taman Hutan Rakyat Wan Abdurrahman di Bandar Lampung. Sedangkan program pertanian organik melalui peternakan sapi dan kambing dilakukan di Sumber Jaya, Lampung Barat.
Rama Zakaria, Direktur Watala Lampung mengatakan, sambil melakukan kegiatan ekonomi, masyarakat sekitar hutan juga didorong untuk melestarikan hutan. Diantaranya dengan menanami lahan hutan yang kosong.
Kegiatan masyarakat itu dipantau oleh Watala dan Dinas Kehutanan Lampung Barat. ”Setiap tahun harus ada progres luasan hutan yang sudah ditanami dan dipelihara,” kata Rama.
Menurut Erna, upaya pengentasan kemiskinan masyarakat sekitar hutan diharapkan bisa memberikan akses kepada masyarakat lokal untuk mengelola dan melestarikan hutan. ”Intinya, kesejahteraan masyarakat bisa meningkat tanpa merusak hutan,” kata Erna.
Sumber : Helena Fransisca, Kompas


Tidak ada komentar: