Senin, 01 Desember 2008

Bahan Makanan Sumbang Deflasi, Bahan Bakar Menyusul

JAKARTA--MI: Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya deflasi pada kelompok bahan makanan sebesar 0,67% selama November 2008. Sedangkan, untuk Desember 2008 BPS menilai penurunan harga premium bisa menjadi tekanan deflasi sebesar 0,35%.

Hal itu dijelaskan Kepala BPS Rusman Heriawan dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (1/12). Menurutnya, kejadian deflasi di sektor bahan makanan merupakan hal luar biasa. Padahal, biasanya sektor inilah yang menjadi penyumbang inflasi terbesar.

"Deflasi di sektor bahan makanan ini terjadi karena harga bergerak kembali ke normal. Karena harga ini berangkat dari lonjakan di Bulan Puasa dan Lebaran. Sehingga, kelompok ini mengalami deflasi hingga 0,67% di November lalu," jelas Rusman.

Selain kelompok bahan makanan, Rusman juga mengungkapkan kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan juga mengalami deflasi hingga 0,31%. Sehingga, dua kelompok ini menyumbang masing-masing -0,14% dan -0,06% terhadap inflasi Nasional sepanjang November 2008.

Lebih jauh, Rusman menambahkan semestinya November lalu bisa terjadi deflasi secara keseluruhan. Namun, akibat kejadian alam dan rencana kebijakan pemerintah kelompok makanan jadi, minuman, dan rokok mengalami lonjakan harga.

Dia menyontohkan untuk komoditas bawang dan cabe merah mengalami lonjakan harga karena panen terganggu hujan. Hal sama terjadi dengan ikan asin yang juga melonjak karena tiadanya matahari untuk menjemur. Sedangkan, harga rokok naik merupakan respon terhadap rencana kenaikan culai. "Untuk bawang, cabe, dan ikan asin kenaikan harga karena suplay berkurang," jelasnya.

Lebih rinci terkait deflasi, Rusman menyebutkan, dari 11 sub kelompok dalam kelompok bahan makanan, 6 subkelompok mengalami deflasi dan 5 subkelompok mengalami inflasi. Deflasi tertinggi terjadi pada subkelompok lemak dan minyak hingga 3,50%. Sedangkan, deflasi terrendah pada subkelompok buah-buahan 0,62%.

Namun, tekan inflasi di kelompok ini terjadi pada subkelompok bumbu-bumbuan yakni 3,86% atau inflasi tertinggi. Sedangkan, inflasi terrendah pada subkelompok padi-padian, umbi-umbian, dan hasilnya yang berada di kisaran 0,05%.

Dengan demikian selama November 2008, Rusman mengatakan terjadi inflasi sebesar 0,12%.�Dia menuturkan, dari 66 kota tercatat 27 kota mengalami inflasi dan 39 kota justru mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Tanjung Pinang hingga 1,51% dan terendah di Surbaya yakni 0,04%. Sedangkan deflasi tertinggi terjadi di Maumere 1,63% dan terendah di Mataram 0,02%.

Sementara itu terkait tekanan deflasi dari kelompok energi dan bahan bakar, Rusman menyatakan penurunan minyak dunia berdampak pada tekanan deflasi. Dia menyontohkan dengan turunnya harga pertamax kontribusinya pada tekanan deflasi mencapai 0,04%. Sedangkan, kontribusinya pada penurunan harga bahan bakar secara umum mencapai 0,96%.

"Penurunan ini menyebabkan turunnya ongkos angkutan. Untuk angkutan antar kota turunnya sedikit, tapi penurunan signifikan terjadi pada kelompok angkutan udara yang mencapai 10%. Karena angkutan udara sangat reaktif dengan harga minyak akibat tingginya persaingan," jelas Rusman.

Terkait penurunan harga premium hingga Rp500 per liter yang efektif Desember 2008, Rusman mengatakan hal ini akan memberikan tekanan deflasi hingga 0,35%. Pasalnya, dengan penurunan harga hingga 8,3% akan secara instan memberikan tekanan deflasi. Saat ini, bobot premium terhadap inflasi mencapai 4,3%.

Namun, Rusman mengingatkan di Desember tekanan inflasi akan sedikit meningkat akibat adanya Natal dan Tahun Baru. Sehingga, dengan penurunan harga premium belum memberikan jaminan akan adanya deflasi di Desember. Namun, dia memastikan inflasi Desember tidak akan lebih dari 1%. "Kami memperkirakan inflasi Desember akan kurang dari 1%," tandasnya.

Berdasarkan data yang dirilis BPS kemarin, inflasi sepanjang November hanya 0,12% dengan indeks harga konsumen (IHK) sebesar 113,90. Dengan begitu, laju inflasi tahun kalender (Januari-November) 2008 mencapai 11,10%. Sedangkan, laju inflasi year on year mencapai 11,68%.

Menanggapi data ini, ekonom PT Bank Negara Indonesia Tbk Tony Prasetiantono mengatakan Inflasi November sekitar 0,12%, karena harga minyak dunia menurun tajam. Namun, di sisi lain dia mengingatkan Rupiah terdepresiasi hingga Rp12.000 per dolar Amerika.

"Tarik menarik antara penurunan harga minyak versus kurs rupiah melemah tetap menyebabkan inflasi, meski kecil, jauh di bawah inflasi bulan-bulan sebelumnya," pungkasnya.
Sumber : Asep Toha
www.mediaindonesia.com

Tidak ada komentar: