Senin, 20 Oktober 2008

Pemerintah Siapkan Langkah Antisipasi thd Krisis Amerika

Pemerintah mengimbau masyarakat agar tidak panik menghadapi dampak krisis ekonomi di Amerika Serikat. Pemerintah terus memantau perkembangan yang terjadi dan telah menyiapkan kebijakan untuk mengatasi dampak krisis tersebut.

”Kita perlu memahami secara lengkap krisis yang terjadi di AS untuk menghindari spekulasi yang tidak perlu,” ujar Pelaksana Jabatan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sri Mulyani Indrawati, seusai rapat koordinasi membahas perkembangan situasi perekonomian global serta antisipasi dan respons kebijakan pemerintah di Kantor Menko Perekonomian, Minggu (5/10). Rapat itu dihadiri 13 menteri terkait bidang ekonomi, Gubernur Bank Indonesia, Kepala Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, dan Direktur Utama Bursa Efek Indonesia.

Menurut Sri Mulyani, tim ekonomi pemerintah bersama-sama BI terus memantau perkembangan krisis di AS untuk menyesuaikan dengan respons pemerintah di sektor moneter maupun sektor riil. ”Kami lihat kondisi sektor perbankan, perkembangan ekspor dan impor, maupun arus modal keluar dan masuk ke Indonesia,” kata Sri Mulyani.


Hal-hal yang substantif terkait antisipasi dampak krisis ekonomi akan dibahas lebih lanjut dan diputuskan pada Sidang Kabinet Paripurna yang diperluas, Senin ini. Sejumlah BUMN, perbankan nasional, analis, dan akademisi akan ikut hadir dalam rapat itu.

”Secara makro, beberapa target ekonomi bisa dicapai, tetapi tetap perlu hati-hati. Dampak krisis baru akan terlihat dalam beberapa kuartal ke depan pada tahun 2009 dan 2010. Oleh karena itu, dua tahun ke depan akan menjadi cukup kritis,” ujar Sri Mulyani.

Gubernur BI Boediono mengemukakan, ada dua dampak utama sebagai imbas krisis ekonomi di AS, yaitu pengeringan likuiditas dan pelambatan ekonomi global. Dampak itu akan mulai dirasakan dalam enam bulan sampai setahun ke depan.

”Kalau dulu arus modal keluar dengan lancar, sekarang mulai terhambat. Bersamaan dengan itu, kita menghadapi kemungkinan pelambatan ekonomi global. Kita harus mengantisipasi ekspor dan pertumbuhan ekonomi,” papar Boediono.

Namun, ia menilai situasi krisis yang terjadi saat ini sangat berbeda dengan krisis pada tahun 1997. ”Sumber krisis ada di luar, kita hanya terkena imbasnya, yang menurut penilaian saya, imbasnya sangat terbatas,” ujarnya.

Langkah BI

Boediono menegaskan, berbagai penyesuaian tetap diperlukan, tetapi tak perlu ada kepanikan. ”Gonjang-ganjing ini memang di luar prediksi kita, tetapi tolong jangan kita sendiri yang nervous. Mari kita lihat situasinya bersama-sama untuk menentukan langkah-langkah menjaga ekonomi kita tetap baik,” katanya.

BI akan menempuh beberapa langkah, yaitu memperkuat likuiditas sektor perbankan, menjaga pertumbuhan kredit pada tingkat yang sesuai untuk mendukung target pertumbuhan ekonomi, dan kebijakan terkait kebijakan neraca pembayaran.

Boediono menyatakan optimistis dengan kondisi perbankan di dalam negeri. Hal itu terlihat dari beberapa indikator, antara lain tingkat rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/ CAR) sampai Agustus 2008 sebesar 16 persen, jauh di atas batas minimal 8 persen. Adapun rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) mencapai 3,95 persen.

Kredit perbankan pun masih tumbuh 36 persen per Agustus 2008. Boediono mengisyaratkan bahwa BI baru akan melonggarkan kebijakan moneter bila penataan sektor keuangan di negara maju sudah lebih mantap dan perusahaan-perusahaan finansial yang bermasalah sudah mendapat pendanaan baru (rekapitalisasi) untuk memulai bisnis lagi.

Pemerintah sudah bersiap merevisi target asumsi makroekonomi tahun depan, terutama untuk target pertumbuhan 6,3 persen yang diperkirakan akan di bawah asumsi. ”Memang asumsi makroekonomi untuk Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2009 sudah disepakati dengan Panitia Anggaran DPR, tetapi asumsi ini perlu diteliti lagi apakah masih relevan,” ujar Sri Mulyani.

Tak ada paket baru

Pemerintah juga tidak akan mengeluarkan paket kebijakan baru terkait upaya untuk mendorong sektor riil. Pemerintah akan mengoptimalkan kebijakan yang telah tercakup dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2008 tentang Fokus Pembangunan Ekonomi 2008-2009 maupun Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang Usaha Tertentu.

”Pemerintah menilai kedua paket kebijakan itu sudah sangat komprehensif, tetapi akan dilihat prioritas yang bisa dinaikkan untuk mengatasi persoalan dalam jangka pendek dan menengah,” kata Sri Mulyani.

Sejumlah langkah teknis yang akan dilakukan pemerintah, antara lain memperbaiki kebijakan investasi, terutama hal-hal yang telah lama dikeluhkan investor; memantau defisit APBN; memantau penggunaan anggaran kementerian dan lembaga; melanjutkan program pengentasan masyarakat dari kemiskinan pada tahun 2009, dan menjaga stabilitas harga energi agar tak membebani dunia usaha.

Mengeringnya likuiditas global, lanjut Sri Mulyani, akan memengaruhi pembiayaan defisit APBN yang berasal dari pasar. Tahun ini pemerintah cukup yakin, defisit anggaran sebesar Rp 60,5 triliun tak perlu ditutup dengan menerbitkan surat utang baru.

Adapun untuk menutup defisit anggaran tahun depan, yang ditargetkan 1,5 persen, pemerintah akan mencari sumber-sumber pembiayaan secara bilateral dan multilateral.

Dirjen Pengelolaan Utang Depkeu Rahmat Waluyanto menambahkan, pemerintah akan menjajaki pinjaman dari lembaga-lembaga multilateral yang masih bisa menaikkan jumlah pinjamannya.
sumber : kompas gramedia tgl 20 oktober 2008

Tidak ada komentar: