Kamis, 31 Juli 2008

Browsing Internet Terbanyak di Kota Solo Raih Muri

SOLO? - Asosiasi Perusahaan Komputer Indonesia (Apkomindo) Solo, Jawa Tengah, menggelar acara "Browsing Internet di Citywalk", Rabu (30/7/2008). Acara tersebut berhasil meraih rekor Muri dengan jumlah peserta 600 orang.Ketua Apkomindo Solo Andoko menjelaskan, acara tersebut digelar untuk memeriahkan acara "Solo IT Expo 2008" yang digelar 31 Juli hingga 4 Agustus. Untuk acara itu, pihaknya menyediakan 600 formulir untuk peserta dimana seluruh formulir sudah habis."Animo peserta untuk acara ini sangat tinggi. Kami terpaksa harus menolak peserta," jelasnya.Menurut Andoko, acara digelar sekaligus untuk menyongsong "Solo Cyber City" tahun 2010. Untuk mendukung acara itu, pihaknya menggandeng Pemkot Solo, PT Telkom, serta elemen lain seperti Republik Aeng-Aeng.Dia menjelaskan, rekor Muri yang akan diberikan untuk acara itu adalah "Browsing Internet Bersama-sama Secara Serentak dengan Peserta Terbanyak". Untuk keperluan itu, puluhan titik hotspot telah dipasang oleh Telkom di sepanjang citywalk.Andoko menambahkan, selain untuk meraikan "Solo IT Expo", pihaknya sekaligus menyosialisasikan adanya fasilitas hotspot di kawasan citywalk Solo. Fasilitas internet tersebut dapat diakses secara gratis bagi pengguna laptop."Kami juga ingin memaksimalkan citywalk itu sendiri dan untuk menyongsong "Solo Cyber City 2010," ujarnya.Sementara itu, Publik Relation PT Telkom Solo Eko Rachmat Sudjito menjelaskan, pihaknya pernah melakukan uji coba terhadap fasilitas "hotspot" tersebut. Dalam uji coba itu, hotspot yang dipasang dapat berjalan lancar."Pemasangan fasilitas hotspot kami lakukan disepanjang lima kilometer di citywalk sebanyak 50 titik," jelasnya. (Sumarno/Sindo/mbs)

Sumber : harian Sindo : Sumarno


Baca Selanjutnya......

Rabu, 30 Juli 2008

Mewujudkan Cyber City di Indonesia

Cyber city merupakan salah satu konsep kota modern berbasis teknologi informasi yang kini telah banyak diterapkan di sejumlah kota besar di seluruh dunia. Ini adalah konsekuensi logis dari meningkatnya kebutuhan masyarakat yang ingin mengakses informasi dan berkomunikasi dengan mudah dan cepat.
Sebagai bagian dari masyarakat dunia modern, bangsa Indonesia sudah saatnya menerapkan konsep cyber city untuk memenuhi kebutuhan warganya dalam mengakses internet secara lebih luas dan tidak lagi terbatas pada kalangan tertentu saja. Bagaimanapun juga bangsa Indonesia kini berada dalam abad informasi dimana setiap orang memiliki peluang yang sama untuk menjalin pergaulan secara luas baik nasional maupun internasional. Implementasi cyber city juga bisa membantu masyarakat dalam memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi. Dalam hal ini, masyarakat akan semakin pandai menggunakan internet dalam jumlah yang besar. Pemasangan hot spot Wi-Fi (wireless fidelity) di sejumlah tempat terbuka seperti taman-taman kota, tempat-tempat olahraga, lokasi bandara, pelabuhan, terminal bis, pusat-pusat perbelanjan modern dan tempat-tempat wisata lainnya akan semakin memudahkan masyarakat untuk beraktifitas secara lebih leluasa dalam satu waktu yang bersamaan.
Berwisata sambil berkirim email, menyantap makanan sambil mengerjakan tugas kantor, duduk di kendaraan sambil chatting dengan kolega dan sebagainya adalah contoh-contoh aktifitas yang sering dijumpai di tengah masyarakat, khususnya di kota-kota besar di Indonesia. Pendeknya, aktifitas apapun yang dilakukan tidak akan mengganggu pekerjaan inti di kantor. Model kerja dinamis seperti ini sedang menjadi tren di tengah masyarakat dimana mobilitas kaum profesional, pebisnis, pendidik termasuk juga para mahasiswa semakin tinggi. Bekerja secara parallel mungkin itu istilah yang paling tepat bagi anggota masyarakat di berbagai kota besar di Indonesia.
Coba saja perhatikan, mulai dari sekadar mengakses informasi biasa hingga melakukan berbagai jenis transaksi bisnis sudah dapat dilakukan via internet termasuk di dunia pendidikan, perbankan, ketenaga kerjaan dan sebagainya. Internet yang multifungsi ini perlahan tapi pasti berusaha mengubah perilaku atau budaya sebagian besar warga kota dari pola-pola layanan konvensional menjadi layanan yang serba digital dan instant. Dengan kelebihannya itu pula, internet diprediksikan akan semakin diminati masyarakat sejalan dengan meningkatnya kebutuhan dan perkembangan teknologi informasi.
Beberapa gambaran fakta di atas menunjukkan bahwa ke depan nanti sebagian besar masyarakat kota akan semakin bergantung pada internet untuk menjalani berbagai aktifitasnya. Tolok ukurnya adalah kebutuhan masyarakat terhadap suatu pelayanan informasi dan komunikasi digital yang serba cepat, efisien dan efektif. Pola kerja dinamis seperti ini tidak sekedar menunjukkan gaya hidup orang modern tetapi sudah menjadi kebutuhan semua orang. Hal ini mirip seperti komunikasi ponsel dimana hampir semua kelas sosial masyarakat menggunakannya. Oleh karena itu, internet akan menjadi jendela dunia bagi masyarakat dalam suatu kawasan atau kota untuk saling bertukar informasi dan berkomunikasi dalam segala hal. Inilah ciri suatu pengembangan kota modern yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi dimana masyarakatnya dapat terlayani secara elektronik dan infrastruktur pendukungnya dapat saling terintegrasi dengan baik.
Sebenarnya beberapa kota besar di Indonesia sudah mulai mengembangkan konsep cybercity. Kota Makassar misalnya, yang merupakan ibu kota provinsi Sulawesi Selatan, telah melakukan uji coba penggunaan perangkat pendukung internet nirkabel atau hot spot di kawasan pantai Losari sepanjang 1,2 Km tahun 2007 lalu. Keinginan untuk mewujudkan kota Makassar sebagai kota dunia maya ini bukan tanpa alasan. Menurut Walikota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin, cybercity menjadi salah satu cara pemeritah kota untuk mencerdaskan masyarakat agar melek teknologi. Dengan langkah ini diharapkan semakin banyak pengguna dan masyarakat tidak gagap lagi dengan teknologi informasi khususnya untuk mengakses internet. Di samping itu, keberadaan layanan akses internet gratis ini akan memancing minat wisatawan, baik mancanegara maupun domestik untuk berdatangan ke lokasi hot spot layanan internet gratis tersebut. Demikian juga para pebisnis dapat memanfaatkan internet gratis di ruang publik sehingga lambat laun pantai Losari akan menjadi salah satu daerah tujuan bisnis dan objek wisata yang diharapkan bisa semakin terkenal dalam skala nasional maupun internasional. Saat ini, pemerintah setempat sedang berupaya memasang puluhan bahkan ratusan access point atau titik akses internet di berbagai wilayah kota Makassar. Puluhan hot spot pun sudah terpasang di sejumlah hotel berbintang, mal, kampus dan instansi-instansi swasta dengan menggunakan teknologi Wi-Fi. Bahkan sejumlah provider berusaha mendapatkan izin pemerintah untuk menggunakan teknologi Wi-Max (Worldwide Interoperability for Microwave Access) yang memiliki daya jangkau hingga 50 Km dengan kecepatan transfer bisa mencapai 75 megabyte per detik dimana ribuan orang dapat mengakses internet dalam satu waktu sekaligus. Dengan teknologi Wi-Max ini sinyal internet akan dipancarkan melalui sebuah menara semacam terminal untuk layanan telepon seluler (Base Transceiver Station/BTS). Saat teknologi itu hadir, seluruh kota Makassar akan menjadi “hot spot”. Pengguna laptop, “Windows Mobile” atau “Smart Phone” dapat berinternet dari mobil yang melaju di jalan raya, rumah, kantor, kafe, bahkan di tengah sawah di pinggiran kota Makassar. Dengan demikian, peluang masyarakat Makassar untuk menuju cybercity akan semakin cepat.
Beberapa kota yang sudah melakukan perancangan cybercity selain Makassar dan Pangkal Pinang antara lain, Malang Cyber City (MCC), Sukabumi Cyber City (SCC), Bandung Cyber City (BCC), Yogya Cyber City (YCC), Solo Cyber City (SCC), Denpasar Cyber City (DCC) dan kota-kota lain yang segera menyusul.
Sebenarnya pemerintah telah berjanji akan memberikan insentif kepada pengembang kawasan kota cyber dalam bentuk finansial maupun non finansial untuk menarik investasi dari dalam dan luar negeri. Hal ini sejalan dengan penataan industri teknologi informasi saat ini yang difokuskan pada pembentukan unit kota cyber. Dalam pandangan pemerintah, konsep cybercity digambarkan sebagai kawasan dengan infrastruktur teknologi informasi yang memadai baik dari sisi konektivitas jaringan terpadu, kapasitas bandwidth, internet nirkabel dan kabel, dan infrastruktur serat optik mencukupi serta sarana pusat riset yang dikelola bersama perguruan tinggi dan swasta. Agaknya masalah infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi inilah yang menjadi kendala utama bagi pemerintah untuk menerapkan konsep cybercity di Indonesia.

Sumber : Muhamad Jafar Elly
Staf Pengajar bidang Teknik Informatika STT-PLN, UPN Veteran, Universitas YARSI, Jakarta dan bekerja di Puslit Oceanografi-LIPI Jakarta

Baca Selanjutnya......

Senin, 28 Juli 2008

Program Keuangan LSM Perlu Diaudit

Jakarta (ANTARA News) - Karena disinyalir banyak LSM yang menjadi perpanjangan tangan kepentingan asing dan kegiatannya merugikan masyarakat, bangsa, dan negara, maka program keuangan LSM perlu diaudit.

"Keuangan LSM perlu diaudit untuk mencegah adanya program yang merugikan kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara," tegas anggota Komisi I DPR Suripto saat berbicara pada seminar nasional bertema `Perlunya Mengaudit Sumber Dana Asing dan Agenda Kegiatan LSM` di Jakarta, Sabtu.

Menurut Suripto, dugaan sebagian LSM merupakan kepentingan asing tidak bisa dikesampingkan, karena sebagaian LSM tersebut dananya berasal dari negara asing yang mengucurkan dana demi kepentingan mereka


"Kalau kepentingan mereka baik tentu tidak masalah, tetapi kalau sebaliknya tentu jadi problem besar," cetus Suripto yang juga dikenal sebagai pakar intelijen.

Mantan Sekjen Dephut di era Pemerintahan Gus Dur tersebut menyatakan untuk bisa mengaudit program dan keuangan LSM, pemerintah perlu membuat ketentuan yang mewajibkan terlaksananya audit.

Suripto mengemukakan, jika LSM dikategorikan sebagai badan publik, pemerintah tidak perlu kesulitan melakukan audit, namun ketentuan LSM adalah badan publik belum ada saat ini.

"DPR tengah membahas mengenai badan publik dan apakah LSM masuk didalamnya tentu kita lihat perkembangan lebih lanjut," jelasnya.

Sedangkan Pembantu Rektor I UIN Syarif Hidayatullah, Djamhari menyatakan, dalam era saat ini, tuntutan keterbukaan tidak hanya perlu dialamatkan ke pemerintah, lembaga tinggi negara dan instansi pemerintah lainnya.

Hembusan keterbukaan juga perlu mengalir dari Lembaga Swadaya Masyarakat, tambahnya.

Tuntutan agar LSM juga harus terbuka, tentu bukan tuntutan mengada-ada, karena bagaimanapun kegiatan LSM bersinggungan dengan kepentingan masyarakat, katanya.

Karena itu Djamhari mengatakan, pengawasan publik diperlukan agar semua pihak bertindak lebih hati-hati sehingga muncul program yang tidak merugikan masyarakat.

Sumber : Antara News


Baca Selanjutnya......

Minggu, 27 Juli 2008

Gaji Pekerja NGO di Aceh

BANDA ACEH—“Anak saya kerja di NGO. Sebulan dia dapat Rp 8 juta. Istrinya juga di NGO sekitar Rp 6 juta per bulan,” ungkap seorang bapak kepada SH dalam sebuah acara resepsi pernikahan di Banda Aceh tahun lalu. Entah mengapa, tanpa diminta sang bapak dengan bangga mengumumkan gaji anaknya yang bekerja di NGO internasional. Semua itu terjadi usai bencana alam tsunami 26 Desember 2004 di Aceh yang disusul dengan membludaknya ratusan NGO (Non Governmental Organization atau di Indonesia disebut Lembaga Swadaya Masyarakat/LSM) baik yang bersifat internasional maupun nasional ke Bumi Serambi Mekkah. Perubahan pola pikir pun terjadi. Pindah kerja antar-LSM nasional dan internasional menjadi lumrah. Tawar-menawar gaji dan fasilitas menjadi daya tarik pekerja profesional. “Di BRR (Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias—red) saya ditawar Rp 11 juta per bulan. Namun saya tolak karena ada yang tidak punya gelar sarjana bisa Rp 15 juta, padahal saya punya pengalaman kerja dan gelar S2,” ungkap Amir (33)—nama samaran—yang mewanti-wanti agar SH tidak menulis nama sebenarnya.Amir, mantan wartawan terbitan Jakarta ini, tetap bertahan bekerja di NGO asal Amerika Serikat di Banda Aceh. Korban tsunami yang mahir bahasa Inggris ini menolak menyebutkan gajinya kini. “Di tempat saya, gaji paling rendah sekitar Rp 5 juta, itu untuk sekretaris,” katanya singkat.Lain lagi dengan Husni Arifin (29) yang cas cis cus bahasa Inggris sejak kuliah di IAIN Ar-Raniry Banda Aceh. Tamat kuliah, pria ini melamar menjadi penerjemah pada tim Pemantau Perdamaian Aceh yang ditandatangani di Jenewa pada 9 Desember 2002. Berapa honor penerjemah sebelum tsunami? Tanpa malu-malu dia menyebutkan angka 3 yang berarti Rp 3 juta per bulan. Sebuah angka yang besar ketika itu. Pascatsunami, kembali Husni melamar menjadi penerjemah pada anggota Misi Pemantau Perdamaian Aceh alias Aceh Monitoring Mission (AMM). “Kali ini Rp 7 juta per bulan,” jelasnya terus terang.Naik-turun gaji dirasakan betul oleh Husni. Setelah AMM angkat kaki dari Aceh, Husni menjadi penerjemah pada Tim Pemantau Pilkada Uni Eropa. Kali ini, gajinya melorot menjadi Rp 3 juta dan itu pun hanya dicicipi sebulan. Pasalnya, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam hanya berlangsung satu putaran. “Kerja di NGO ada batasnya. Tahun 2009, NGO-NGO akan say good bye. Sekarang saya ingin kuliah di luar negeri,” kata Husni yang kini rajin mencari beasiswa lewat internet.Standar Gaji Berapa gaji pekerja NGO di Aceh? Tidak ada yang baku karena ini berkaitan dengan pengalaman kerja, pendidikan, asal penempatan, dan sejarah gaji yang pernah diterima, serta kondisi NGO itu sendiri. Namun pada umumnya, gaji bagi warga Indonesia rata-rata di atas Rp 2 juta per bulan. Pada 2005, gaji di NGO internasional ada yang mencapai Rp 100.000 per hari. Sebaliknya, pekerja NGO lokal baik yang sudah berdiri sebelum maupun pascatsunami, ada yang masih menerima Rp 1,5 juta. Hal ini memang sudah cukup jika dibandingkan dengan Upah Minimal Regional (UMR) Aceh yang berkisar Rp 850.000. Sebut saja Alamsyah (27), yang sebelum tsunami menjadi sopir minibus dengan penghasilan per bulan Rp 1,5 juta dengan jam kerja lebih dari delapan jam per hari. Kini dia tidak lagi melayani trayek sewa Banda Aceh-Lhokseumawe. “Sekarang saya driver di NGO. Kerja lebih ringan, mobil ber-AC dan ada overtime,” ungkap Alamsyah yang mulai akrab dengan bahasa Inggris.Kemampuan bahasa Inggris, pengalaman kerja, dan profesionalisme menjadi andalan dalam tawar-menawar gaji. Seorang pekerja Aceh lulusan Inggris yang bekerja di NGO internasional bergaji US$ 4.000. Gaji di atas Rp 30 juta per bulan biasanya diperoleh staf Indonesia yang bekerja di lembaga Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).Selebihnya, pekerja Indonesia berstatus staf yang diterima di Aceh atau diterima di Jakarta namun ditempatkan di Aceh, mendapat fulus Rp 15 juta-Rp 30 juta per bulan plus fasilitas asuransi kesehatan, tiket pesawat PP Banda Aceh-Jakarta enam bulan sekali, serta cuti enam hari. “Di tingkat pengambil kebijakan tetap dipegang oleh orang asing atau orang dari Jakarta. Orang lokal lebih berperan sebagai pekerja,” tambah Nina yang bekerja di NGO internasional dengan penghasilan Rp 5 juta per bulan.Tidak ada NGO yang mengumumkan gaji stafnya dalam arti kata take home pay, kecuali BRR Aceh-Nias. Rekan SH yang kini bekerja di BRR meminta penulis mencarikan sekretaris. Syaratnya diprioritaskan korban tsunami dan berpenampilan menarik. “Gajinya minimal Rp 5 juta. Tolong dicarikan ya, sebelum dibawa rombongan dari Jawa,” pinta orang yang kini menjabat manajer di BRR kepada SH akhir tahun 2006.Lompatan penghasilan luar biasa usai tsunami memang meledak di Aceh. Apakah ini yang dinamakan bencana membawa berkah? Sebut saja rekan penulis itu, yang sebelum tsunami berprofesi jurnalis di Aceh dengan gaji maksimal Rp 7 juta per bulan. Namun kini paling sedikit dia bisa menambah kocek Rp 30 juta per bulan dari kas BRR. Untuk level direktur BRR sekitar Rp 40 juta/bulan, sekretaris atau deputi Rp 50 juta, wakil kepala Rp 55 juta, dan Kepala BRR Kuntoro Mangkusubroto Rp 65 juta/bulan. Tentu saja untuk sekelas Kuntoro yang selevel dengan menteri, gaji Rp 65 juta ini masih kurang jika Mr. K (sebutan oleh pekerja asing kepada Kuntoro) mau bekerja di luar negeri atau lembaga internasional. Berapa pun gaji yang diterima, tugas BRR mesti berjalan. Tidak ada lagi korban tsunami yang tinggal di barak pengungsian hingga tahun 2009. Sebab bagaimana pun, gaji yang diterima pekerja NGO baik Indonesia maupun asing di Aceh, karena ada 200.000 jiwa warga yang meninggal dunia ataupun hilang diseret gelombang mahadahsyat tsunami.
Sumber : Harian Umum Sore ”Sinar Harapan”oleh Murizal Hamzah

Baca Selanjutnya......

Kamis, 24 Juli 2008

BPK Akan Audit Dana Bantuan Luar Negeri Termasuk NGO

(Jakarta,MediaIndoneisa) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengatakan perlu mengaudit dana-dana bantuan luar negeri termasuk berasal dari Organisasi Bukan Pemerintah (NGO) kepada masyarakat Aceh yang terkena bencana alam tsunami.
Kepala BPK Anwar Nasution mengatakan itu dalam Rapat Badan Penasihat Tsunami mengenai Audit di Jakarta, Senin. Pada kesempatan itu
Anwar mengatakan, bantuan untuk Aceh jauh lebih besar dari internasional
ketimbang Indonesia.
Akan tetapi, ucap Anwar, BPK tidak memiliki mandat untuk mengaudit NGO dan lembaga asing, BPK hanya memiliki kewenangan untuk mengaudit dana yang berasal dari pemerintah atau masyarakat lokal.
Total dana domestik berasal dari dua sumber yakni dari dana masyarakat termasuk BUMN dan pemerintah daerah melalui 1.200 pos pengumpul, serta dari anggaran pemerintah. Untuk sumber pertama tidak melalui koordinasi Bakornas dan Satkorlak sehingga dari Rp758 miliar yang terkumpul hanya Rp342 miliar atau setara 75,8 juta dolar AS (45 persen) yang tersalurkan.
Sedangkan sumber kedua berasal dari anggaran pemerintah senilai Rp1,9 triliun yang disalurkan melalui 11 menteri dan badan pemerintah. Dengan demikian total dana yang disalurkan Rp2,67 triliun.
Menurutnya, dana sebesar itu yang telah diaudit sebesar Rp2,18 triliun atau 81,6 persen. Sedangkan untuk dana yang bersumber dari luar negeri termasuk dari NGO dan lembaga-lembaga internasional mencapai Rp17,2 triliun sementara proses auditnya baru 11 persen.
Kemudian BPK bersama Bakornas merumuskan sistem akuntansi dan pengawasan internal pada Januari 2005. Serta lebih dari 700 laporan
keuangan diterima dari unit pengumpul tetapi tidak dikumpulkan dalam satu Laporan Keuangan Nasional.
Kemudian dalam rangka membangun Aceh dibentuk Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh dan Nias pada April 2005 sampai dengan November 2005 total komitmen program 2005-2009 senilai USD8,85 miliar dari bantuan luar negeri USD3,6 miliar dan NGO USD2,5 miliar. Ini menunjukkan dana bantuan dari luar lebih besar dari dalam.
Terkait dengan masih kecilnya audit terhadap bantuan luar negeri dalam pertemuan tersebut untuk meningkatkan kerjasama BPK negara lain untuk luas kemampuan audit, ucapnya.
Kemudian untuk audit NGO, semua negara kecuali Prancis yang memiliki kewenangan audit NGO, terkait hal itu, kata Anwar, BPK sudah mengundang negara tersebut untuk mengaudit NGO yang beroperasi di Aceh
"Itu merupakan pengalaman baru, ini yang kita lakukan," ucapnya.
Mengenai adanya temuan penyimpangan, Anwar mengatakan, saat ini sedang ditindaklanjuti. Namun diakuinya banyak yang belum dihitung di antaranya utang piutang BUMN karya.
"Apakah mereka selama ini sudah dibayar atau belum, begitu juga dengan pabrik obat yang ketika itu membuka gudangnya untuk menyediakan obat-obatan bagi korban tsunamai. (Ant/OL-1)
Sumber : Departemen Keuangan RI Dirjen Perbendaharaan

Baca Selanjutnya......

Pentingnya Transparansi Laporan Keuangan Suatu NGO


Tulisan ini terinspirasi dari pengalaman saya selama di Bali menjadi media officer WWF Indonesia (Word Wide Fund, bukan World Wrestling Federation). Status saya di LSM yang berlogo panda ini adalah hanya sebagai volunteer, which means, sistem penggajiannya jauh lebih rendah dibandingkan dengan karyawan yayasan WWF Indonesia. Namun apa yang saya dapat selama di Bali adalah lebih dari harapan saya. Saya menikmati hotel mewah (tarif 60 Dollar AS per malam), uang saku yang memadai ((100.000 x 14) + 200.000) dan tiket pesawat Garuda Indonesia kelas ekonomi pulang pergi. Saya bukan bermaksud untuk menyombongkan diri tetapi menggugat darimana asal muasal semua fasilitas yang saya dapat. Saya ingin mempertanyakan transparansi pendanaan NGOs dan pertanggungjawabannya kepada publik.
Saya kira kita semua sepakat bahwa kini NGOs memainkan peran penting dalam hubungan internasional. Dalam isu lingkungan misalnya, negara-negara maju akan takut apabila semua NGOs lingkungan berkumpul dan merekomendasikan position paper yang menyusahkan mereka. Ini terbukti ketika dalam UN Climate Change Conference Bali, seluruh perhatian media tertuju pada pertemuan aliansi NGO lingkungan sedunia yang dinamakan CAN (Climate Action Network). NGOs kini tidak bisa dipandang dengan sebelah mata dan dianggap pemain yang kecil.
Namun satu hal yang patut dipertanyakan adalah dari segi pendanaan. Ini bukan saja menjadi pertanyaan saya namun juga menjadi pertanyaan masyarakat luas pada umumnya. Dugaan-dugaan negatif mengenai pendanaan NGOs ini muncul di banyak kalangan. Kegusaran ini muncul akibat tidak adanya laporan pertanggungjawaban pendanaan mereka kepada publik. Tidak ada laporan keuangan yang dicetak di media massa seperti yang dilakukan bank dan perusahaan-perusahaan publik lainnya. Yang mengetahui asal dana hanya beberapa orang tertentu yang berada di dalam NGO tersebut dan donatur. Lantas, apa yang salah dengan keadaan ini?
Memang publikasi laporan keuangan tersebut bukan hal yang diwajibkan dalam kerangka hukum Indonesia. NGO berdalih bahwa laporan tersebut cukup diberikan kepada para donatur. Namun bagi saya, informasi ini sangat penting bagi masyarakat untuk mengetahui posisi sebuah NGO dalam sebuah isu. Ketika saya memutuskan untuk menjadi sukarelawan, volunteer, atau karyawan di sebuah NGO maka informasi pendanaan ini menjadi sangat penting bagi saya. Apakah beberapa perusahaan perusak lingkungan justru berada dibalik perjuangan aktivis lingkungan? Atau jangan-jangan NGOs ini hanya ”turunan” dari badan-badan negara? Pertanyaan-pertanyaan ini akan lebih baik apabila dijawab dengan pertanggungjawaban pendanaan NGOs kepada publik.

Sumber : PortalHI, Internationan Relations 2.0 : Verdinand Siahaan

Baca Selanjutnya......

Senin, 14 Juli 2008

Elemen Dasar Akuntansi

ada sebelas elemen dasar akuntansi

1. Accounting Entity (organisasi usaha)
2. Going Concern (kelangsungan usaha)
3. Measurement (pengukuran)
4. Time Period (Periode akuntansi)
5. Monetary unit (Pengukuran dalam bentuk uang)
6. Accrual (akrual)
7. Exhange Price (nilai tukar)
8. Approximation (penaksiran)
9. Judgement (pertimbangan)
10. General Purpose (tujuan umum)
11. Interrelated statement (keterkaitan antar laporan)

Baca Selanjutnya......

Minggu, 13 Juli 2008

Format Laporan Keuangan NGO

Format atau bentuk laporan keuangan akan selalu berperpengaruh pada besarnya dana bantuan/hibah yang diberikan oleh suatu organisasi mitra dibagi menjadi 3 yaitu :

  1. Bantuan Dana Hibah Kecil (Small Grand) adalah bantuan dana hibah yang diberikan kepada organisasi mitra yang besarnya sampai dengan Rp. 25.000.000,- dan dalam jangka waktu pelaksanaan kegiatan hanya beberapa minggu atau bulan saja
  2. Bantuan Dana Hibah Besar (CD Grand) adalah bantuan dana hibah yang besarnya lebih dari Rp. 25.000.000,- dengan jangka waktu pelaksanaan kegiatan lebih dari 1 tahun sehingga format laporan keuangan yang diberlakukan untuk dana hibah besar sebetulnya ada sekitar 8 item formulir yaitu Permintaan Pengiriman Dana, Laporan Status Keuangan, Rekonsialiasi Buku Bank dan Buku Kas, Buku Bank, Buku Kas, Laporan Sisa Dana, Daftar Inventaris dan Distribusi Barang
  3. Bantuan Dana Hibah Innovatif adalah jenis bantuan dana hibah yang diberikan kepada organisasi mitra yang besarnya lebih kurang dari Rp. 25.000.000,- dengan jangka waktu pelaksanaan kegiatan paling lama 6 bulan dan bersifat kreatif dan baru

Sehingga format laporan untuk jenis bantuan dana hibah adalah berdasarkan besarnya bantuan dana hibah yang diberikan. Jika bantuan dana hibah yang diberikan besarnya sampai dengan Rp. 25.000.000, maka mengikuti format pelaporan keuangan bantuan dana hibah kecil (small grand), sedangkan jika besarnya bantuan dana hibah yang diberikan lebih dari Rp. 25.000.000,- maka akan mengikuti format pelaporan keuangan bantuan dana hibah besar (CB Grant)

Baca Selanjutnya......

The Acquaintance's statement

Congratulations met all of them, In blog this I will present the problem of finance
It is hoped we could change mutual knowledge

Baca Selanjutnya......